Namaku Hana. Kayak gitu biasanya orang – orang
manggil aku. Aku cewe umur 19 tahun. Fisikku sama dengan cewek – cewek pada
umumnya. Tapi temen – temenku menganggap aku sebagai cewek abnormal. Julukan
itu muncul sejak aku berpisah dengan mantan kekasihku Oman. Aku memang sempat
menjadi frustasi dan stress berat karna pisah sama Oman. Dia yang aku cintai
mencintai orang lain. Yang ga asing lagi adalah sahabatku. Sekarangpun aku udah
ga bisa nyebut dia sebagai seorang sahabat. Karena kepercayaanku udah
dipermainkan.
Malam
itu aku duduk di teras rumah dengan membawa secangkir teh panas seperti
biasanya. Hobbyku memandang langit dan minum teh panas sudah berlangsung sejak
lama. Seperti sudah menjadi bagian dari keseharianku. Bagiku langit adalah
Oman. Diamanapun aku berada selalu ada dan gak akan pernah bisa lari dari
mataku.
“
sruupp... ahh ” aku meminum sedikit demi sedikit teh kesukaanku. Terus
memandang langit dan memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada diriku.
“
apa bener kata temen – temenku ? apa aku emang abnormal seperti kata mereka ? “
Fikiranku
emang udah bertambah gila. Dengan sengaja aku menumpahkan teh panas di tangan
kiriku yang membawa sendok kecil.
“
Aaaaaaaaaaaahh “ aku berteriak sangat keras.
“
ada apa Hana ? “ ibuku datang tergesa – gesa dengan rambut yang berantakan.
“
Astaghfirllah ! cukup han cukup. Kamu ga boleh kayak gini terus nak ! berhenti
memikirkan apa kata – kata temen kamu itu. itu semua ga bener. Percaya sama
ibuk. Ibuk akan sedih kalo tiap hari kamu seperti ini “
Ibuku
mengelap tanganku dengan bajunya dan membuang jauh gelas yang aku pegang.
Sambil menangis ibuku memelukku erat.
“
maafin aku buk “ aku memeluk pula ibuku.
Akupun
di bawanya masuk dan diantarkan ke kamar. Ibuku meninggalkanku sejenak untuk
mengambil pasta gigi. Aku termenung dengan fikiran kosong.
“
sini tangan kirimu “
Akupun
mengulurkan tanganku dan memandang wajah ibuku. Dengan penuh kasih sayang ibu
mengoleskan pasta gigi ke tanganku yang aku siram dengan teh panas tadi agar ga
bengkak. Kemudian ibu keluar dan menyuruhku untuk tidur saja. Dan akupun
mengiyakan permintaan ibu.
Mungkin benar apa kata temen –
temenku kalo aku emang abnormal. Hampir tiap hari aku membuat kedua orang tuaku
khawatir dengan tindakan – tindakan bodoh dengan melukai diriku sendiri. Aku
sendiri ga tau kenapa itu semua terjadi padaku. Seperti ada dorongan untuk
melakukannya. Ataukah memang kegilaanku diambang batas ? karena Oman pergi dariku.
Tak sedetikpun aku
tertidur sampai pagi datang. Aku bangun dan pergi sekolah seperti biasanya.
Aku berjalan sendiri
dengan membawa buku – bukuku yang berat karna gak muat dalam ranselku. Entah
kenapa aku berniat membawa beberapa biji paku payung. Dan aku kira kegilaanku
akan muncul lagi. Tapi aku berusaha menahannya.
Aku bersyukur sampai
akhir jam pelajaran tingkah anehku sama sekali ga ada. Karena aku ga melihat
mantan sahabatku waktu itu. aku ga tau apa yang terjadi jika aku melihatnya
hari itu. Akupun langsung beranjak pergi dari ruang kelas yang bising dengan
suara celotehan gak jelas yang membuatku pusing.
Aku berjalan di bawah
pepohonan di sekolahku yang mengantarkanku ke ujung gerbang keluar. Tapi hari
itu aku merasa ga ingin cepet –cepet pulang. Dan akupun berinisiatif untuk
duduk di samping taman sekolah. Dimana tempat banyak temanku menunggu jemputan.
Keinginan itu muncul
lagi.
“ aku ga mau sekarang
L
“
Aku merogoh ranselku
dan mengambil semua paku payung yang ku bawa dan membuangnya berantakan di
depan ku. Ku pandangi semua paku – paku itu. Aku tak menghiraukan apapun di
sekelilingku. Pandanganku hanya tertuju pada ujung - ujung paku tajam itu.
Tiba – tiba firasat
itu muncul. Firasat yang sudah tajam se tajam ujung – ujung paku itu. Firasat kalau
dia akan datang. Dan berada tepat disampingku. Oman yang aku cintai. Oman yang
penuh kepalsuan. Oman yang membuatku depresi dan menjadi segila ini.
Aku tetap tertunduk
dengan firasat itu. mukaku berubah pucat setiap firasat itu datang. Entah apa
yang tejadi padaku. Aku sendiri ga tau kenapa bisa kayak gini. Peluhku mulai
menetes. Badanku mulai menjadi dingin. Dan air mataku tertetes.
Suara motor berhenti
tepat di sebelahku. Aku masih tertunduk lama. Sampai kira – kira 15 menit. Dan
aku memberanikan diri untuk menegakkan kepalaku. Akupun menoleh ke samping
kanan dimana motor yang suaranya sudah terlalu familliar itu berhenti. Dan
ternyata firasatku tentangnya memang tak pernah melesat satupun.
Oman duduk di atas
motornya dengan posisi membelakangiku dan terlihat dia memainkan Hpnya. Rasa
kalut itu datang. Aku ga bisa menahannya. Nafasku meburu. Peluhku semakin
menetes deras. Emosiku memuncak. Dan hanya satu yang ingin ku lakukan pada saat
itu. Membunuhnya.
Ku pandangi lagi
semua paku didepanku. Fikiranku yang jernih sudah keruh dengan segala amarahku.
“Kalo aku ga bisa
milikin Oman, siapapun juga ga akan bisa milikin dia. Termasuk mantan sahabatku
“
Cinta ini udah
membuatku gila. Kewarasanku hilang seiring dengan berakhirnya hubunganku dengan
Oman 2 tahun silam. Aku ga pernah mikirin diriku. Badanku. Sesakit apapun luka
yang mencabik tubuhku. Ga pernah terasa karna sakitku sudah menyatu dalam hati
yang telah membatu. Hampir retak dan
hancur.
Ku lirik lagi Oman.
Ku geser seluruh paku – paku itu dengan kaki ku ke samping motor merahnya.
Nafasku semakin cepat. Detak jantungku berdetak kencang. Semua rasa kecewa dan
amarah itu berkumpul menjadi satu dan mendorongku lekas untuk mengakhiri hidup
Oman secepatnya. Tak ada lagi alasan dia hidup di dunia ini.
2 buku tebal yang ku
bawa jatuh saat aku berdiri dengan kesetanan itu. Tatap mata tajam dan
pandangan penuh kekecewaan. Tubuhku tak kuat membawa beban di pundakku yang
akhirnya ranselku pun turut jatuh. Oman menoleh. Seakan terkejut bahwa yang
berdiri dibelakangnya adalah seseorang yang sedang ingin menghabisinya.
Aku melangkahkan kaki
ku satu kali dan dengan cepat aku merobohkan motor Oman ke arah dimana aku
menggeser paku payung ku yang sudah siap menghisap darah Oman nantinya. Dan
....
“ brakkkk “
Motorpun roboh dan
Oman terjatuh terlentang dengan kepala pas di atas paku – paku itu. Tak ada
teriakan sama sekali dari mulut Oman. Akupun hanya bisa memandang wajah Oman
yang menahan sakit di benturan kepalanya yang sekarang mungkin sudah penuh
dengan tancapan paku payung milikku.
Dalam sekejap aku
tersimpuh dengan tangis yang begitu histeris. Aku berteriak sangat keras.
“ aa a pa kkka mmu
puas se sees se karang ? ” dia berkata dengan terbata – bata memandangku.
Darahnya semakin banyak mengalir. Dan tak ada sedikitpun rasaku ingin
menolongnya.
Aku mendekatinya. Gak
tau apa yang sebenarnya aku tangisi. Entah penyesalan. Bahagia. Kehilangan.
Kesedihan atau apa aku ga tau. Yang ku tau hanya aku ingin menangis.
Ku pandang wajahnya
lekat – lekat. Wajahnya mulai pucat pasi. Tangannya mengelus pipi kananku.
Seketika itu dia tersentak dan memejamkan mata.
Aku semakin histeris
dengan gilaku. Tak ada rasa untuk memeluknya. Tak ada rasa untuk menolongnya.
Tak ada sedikitpun fikiran untuk meminta pertolongan. Hingga orang – orang
mulai berlarian mendatangi aku dan Oman.
Aku telah membunuh
orang yang aku cintai sampai saat ini. Mantan sahabatku datang dan langsung
menamparku.
“ apa yang kamu
lakuin ke Oman ? dasar gila ! ”
Aku hany menangis. Wajahku semakin pucar dan peluhku
membasahi semua kain yang membalut tubuhku. Orang – orang mulai menolongnya dan
aku di bawa ke kantor polisi.
Aku mengakui semua
tindakanku. Dan polisi bilang bahwa aku terkena gangguan mental karna depresi
berat. Mendengar hal itu orang tuaku sangat sedih dan juga kecewa. Mereka gak
menyangka sama sekali bahwa aku bisa melakukan hal sebodoh dan segila itu.
Dan kini aku hidup
dalam sebuah kamar yang sepi. Semua orang membenciku karna tindakanku itu. Hari
– hariku hanya menangis. Bukan karna aku menyesal kenapa aku membunuhnya. Tapi
karna sentuhan terakhirnya di pipi kananku yang membuatku menyimpan sejuta
pertanyaan yang tak akan pernah mendapatkan jawaban.
“ apakah dia masih
mencintaiku ? apakah dia masih peduli sama aku ? apa selama ini dia hanya berusaha
membautku cemburu ? Apakah .... “
Aku terus bertanya
dalam setiap tetes air mataku. Aku gak tau kapan air mata ku kering dan gak
akan keluar lagi. dan sekarang aku mengerti kenapa semua orang menjulukiku
ABNORMAL.
Cinta ini benar –
benar membuatku gila. Depresi berat dan ga bisa berfikir jernih. Kini aku hanya
bisa menunggu waktu dimana aku kembali menjadi orang yang ceria dan penuh
senyum seperti saat sebelum aku bertemu dengan Oman.
Teh panas dan Langit
ga bisa lagi kunikmati. Membuatku semakin sedih dan tak ada hiburan yang
berarti. Orang tuaku menjengukku hanya seminggu sekali. Padahal aku ingin
ditemani setiap saat. Aku ingin menjadi orang yang normal lagi.
Dan aku tau kenapa
selama ini aku dilarang bertemu dengan Oman oleh ibuku. Ternyata ini alasanya.
Mungkin ibuku sudah punya firasat bahwa suatu saat aku akan menjadi seperti in.
Dan sekarang
kekhawatiran ibuku menjadi kenyataan. Dan aku hanya bisa meminta maaf atas
semua tindakan konyolku. Oman sudah mati dan hatikupun mati. Yang kubutuhkan sekarang
hanya pupuk dan air serta benih lagi dimana hatiku bisa tumbuh berkembang
menjadi sosok yang baru dan bisa menjadi yang dibanggakan orang tuaku. Aku akan
selau menunggu waktu itu.
Dan satu lagi. Aku
gak akan pernah mau dipanggil sebagai orang gila. Karna aku gak gila. Hanya
terkena tekanan batin. Dan aku sadar. Aku hany perlu banyak motivasi dan hidup
dalam lingkungan yang penuh perhatian dan pengertian.
“ aku tak menyesal
membunuhmu. Karna sekarang aku sudah lega tak ada lagi alasan ku untuk bertindak
bodoh di lain hari ”
Itu adalah kata –
kata gila terakhirku sebelum aku keluar dari rumah Rehabilitasi.
Cerita km krg lbh sm halnya dgn ap yg ku alami, aku depresi berat krn cinta yg semu. Tp prbdaan'y dsni, aku gabisa mmbnuhnya. Mlh sring x aku mnyksa dr aku sndri, skrg aku hny hdup dlm kmar sndrian mratapi nasib yg mnimpaku kni. Ya aku gk bs trsenyum kmbli stelah khilangan dia dn gabisa bangkit smp skrg. . .enth ap yg sdh ia lakukan thdpku hga aku jd bgni adanya. Bgiku dia cnta trakhirku dn gakan ku temukan lg org yg spertinya) kni dia tlh tgalkan aku!!! U_u
ReplyDeletesabar ya Nirma..
Delete